Kemerdekaan akan lengkap bila negara mampu membawa rakyatnya kepada
kesejahteraan dan kehidupan yang lebih layak. Untuk mewujudkannya negara
harus berani melawan musuh utama yakni korupsi dan kemiskinan.
"Musuh kita saat ini jelas yaitu korupsi dan kemiskinan. Masih
banyaknya jumlah orang miskin juga disebabkan oleh korupsi yang masih
meluas," kata anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad
Santosa dalam surat elektronik, Rabu (17/8/2011).
Korupsi, lanjut pria yang akrab disapa Ota ini, mengurangi kemampuan
negara untuk membiayai pelayanan pendidikan, kesehatan, air bersih,
listrik, dan membangun fasilitas-fasilitas publik.
"Korupsi juga menghambat peningkatan kesejahteraan pegawai negeri sebagai pelayan publik," imbuhnya.
Ota memetakan 4 wilayah korupsi yang menghambat peningkatan
kesejahteraan rakyat dan pegawai negeri sebagai pelayan publik.
Menurutnya, ada 4 wialayah korupsi yang menyandera bangsa ini menjadi
bangsa yang tidak kompetitif dan menjadi sumber kemiskinan.
"Pertama, korupsi politik yakni korupsi yang tekait dengan
penyalahgunaan kewenangan politisi dan lembaga politik (tingkat DPR dan
DPRD) yang meliputi korupsi anggaran, korupsi terkait dengan pembuatan
perundang-undangan, korupsi terkait dengan pemilihan dan penetapan
pejabat publik, dan pengawasan," terangnya.
Termasuk korupsi politik adalah penyalahgunaan yang dilakukan
politisi atau parpol untuk menguras proyek pemerintah dengan mengabaikan
aturan yang berlaku.
"Kewenangan pengawasan terhadap eksekutif pun dapat dijadikan bargain
oleh politisi untuk mendapatkan kuntungan pribadi politisi itu sendiri
atau kelompok kecilnya," tuturnya.
Korupsi yang kedua, korupsi terkait dengan pengadaan barang dan jasa
di pemerintahan. Politisi pun sudah masuk ke ranah ini. Nah,
e-procurement yang dilakukan selama ini terbukti belum mampu mencegah
korupsi di sektor ini.
"Perkara korupsi di KPK sekitar 60-75 persen merupakan korupsi
terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Negara banyak mengalami
kerugian dari sektor ini. Pasti ada yang keliru dengan sistem ini,"
urainya.
Yang ketiga, korupsi yang terjadi di tubuh lembaga penegak hukum.
Kalau korupsi atau mafia hukum masih terjadi, tambah Ota, maka penegak
hukum terhadap hal pertama dan kedua tidak berjalan.
"Saat ini korupsi di wilayah penegak hukum ini berjalan, namun perlu
percepatan dan penajaman terutama penajaman pada dampak yang kita
inginkan," jelasnya.
Yang keempat, korupsi yang terjadi pada sektor pelayanan publik dasar
seperti pendidikan, kesehatan, listrik, air bersih, pelayanan KTP,
seleksi CPNS dan lain sebagainya.
"Korupsi jenis keempat ini dilakukan oleh birokrasi dan tidak begitu
besar dalam jumlah (petty corruption) namun sangat menyengsarakan rakyat
kecil," terangnya.
Untuk penanganan keempat wilayah korupsi ini perlu ada peta jalannya
dan dilakukan secara serentak dengan pengawalan dari pemimpin yang kuat
dan konsisten di level nasional dan daerah.
"Sayangnya, saat ini keempat wilayah ini terutama wilayah korupsi politik tidak tersentuh oleh tuntutan perubahan," tegasnya.
Sumber: www.detiknews.com