"PRAKATA REDAKSI"

Salam Alumnus,

Selamat Tahun Baru 2015

VIVA UNSOED





"KISAH KYAI dan BURUNG BEO KESAYANGAN" Oleh Agus Brenk



Kisah ini dimulai pada saat seorang kiai pimpinan pondok pesantren yang sedang berjalan-jalan pagi disekitar pesantren tiba-tiba melihat anak seekor burung beo kecil yang jatuh tertiup angin dan mencoba kembali terbang untuk mengejar induknya. Karena masih terlalu kecil dan belum bisa terbang maka sang kiai kemudian mengambilnya dan berniat merawatnya dengan penuh kasih sayang. 

Begitu besar perhatian dan kasih sayang sang kiai kepada anak burung beo tersebut. Selain dibuatkan kandang yang bagus, diberi makan dan dirawat dengan baik, tak lupa sang kiai juga mengajari burung beo tersebut sebagaimana dia mengajarkan ilmu kepada para santrinya. Begitu telaten sang KIAI mengajarkan kata demi kata dan diulang-ulang sampai sang burung betul-betul fasih dalam mengucapkan kembali kata-kata yang diajarkannya.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan demi bulan tak terasa sang kiai sudah hampir sepuluh tahun memelihara burung beo yang beliau temukan dijalan.. Entah karena burung beo yang cerdas, atau sang kiai yang begitu pandai dalam mengajari sang burung beo, yang jelas karena kuasa Allah SWT akhirnya sang burung beo memiliki kepandaian berbicara layaknya manusia.. Apa yang diajarkan ke para santrinya juga diajarkan ke burung beo tersebut.

Singkat cerita burung beo tersebut bisa membalas ucapan salam, bisa berdzikir, mampu adzan / komat, hafalan surat-surat pendek dll.
Suatu hari burung beo tersebut jatuh sakit… tak ada lagi suara beo yang membangunkan sholat malam.. tak ada lagi suara beo yang menirukan adzan dan berdzikir Asmaul Husna.. Berbagai cara dilakukan untuk bias menyembuhkan burung beo tersebut.. dan tibalah saat-saat yang menyedihkan karena burung beo mati dalam pangkuan sang kiai.. Begitu sayangnya kepada burung beo tersebut maka sang kiai meminta para santrinya untuk menguburkan burung beo tersebut dilingkungan pensantrennya..

Sejak kematian burung beo tersebut, sang kiai tampak terpukul, menangis tiada henti dan tak mau berbicara dengan siapapun selama berminggu-minggu.  Akhirnya diadakan rapat para pengurus pesantren untuk membahas berdukanya sang kiai.. setelah melewati berbagai silang pendapat akhirnya diputuskan dalam rapat pengurus bahwa harus dicarikan lagi secepatnya burung beo yang mempuai kemampuan sama dengan burung beo yang sudah meninggal sebagai penggantinya agar pak kiai tak murung lagi.

Setelah sekian lama melakukan pencarian ke berbagai daerah dan belum diketemukan burung beo penggantinya, akhirnya para ustadnya memberanikan diri melapor ke sang kiai. “ Pak Kiai mohon maaf, kami sudah berusaha kemana-mana untuk mencari burung beo pengganti, tapi kami belum berhasil juga, kami semua sangat menghawatirkan Pak Kiai, tolong jelaskan kepada kami kenapa pak kiai begitu terpukul atas matinya burung beo, sehingga pak kiai menangis tiada henti, sehingga pak kiai tidak mau berbicara dengan kami lagi ? bukan kami kurang ajar dan menggurui pak kiai, tapi tolong ikhlaskan kematian burung beo tadi, kembalilah seperti semula agar bias membimbing kami lagi, pinta perwakilan santri.” Pak Kiai tetap diam dan tak menjawab sepatah katapun hanya menuliskan sebuah pesan singkat agar para santrinya dikumpulkan karena beliau ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
Akhirnya semua santri dan para ustad pesantren dikumpulkan semua didalam masjid utama.  Setelah terkumpul semua dan Pak kiai mulai membuka mulutnya dan menyampaikan ceramah dadakan.

Kalian ingin tahu kenapa saya menangis tiada henti setelah ditinggal mati burung beo ? Pertama saya menangisi diri saya sendiri, kedua saya menangisi keluargaku, ketiga saya menangisi kalian semua murid-muridku.  Aku mendapat teguran dan pelajaran secara tidak langsung atas matinya burung beo kesayanganku.  Aku sedih karena burung beo yang tiap hari ikut berdzikir dan lisannya selalu mengAgungkan Asma Allah ternyata di akhir hayatnya tidak bisa menyebut Asma Allah.. Aku menangis karena aku takut matiku sama dengan burung beo tadi, mati dalam keadaan tidak menyebut Asma Allah.. Aku menangis karena selama ini aku salah dalam mengajari kalian.. aku takut pada saat kalian dipanggil kepada Sang Khalik kalian tidak bisa menyebut Asma Allah.. seperti burung beo yang mati, kalian juga selalu berdzikir dengan lisan, tapi aku belum pernah mengajari kalian berdzikir dalam hati.. Aku tidak pernah mengajari bagaimana caranya menghidupkan hati kalian… Pesanku kepada semua murid-muridku, mulai saat ini hidupkanlah hati kalian dengan Asma Allah, janganlah kalian seperti burung beo yang hanya beribadah dan berdzikir lewat lisannya tapi tidak pernah membiasakan dan memprogram dzikir Qolbu… mulai saat ini marilah kita sama-sama belajar menghidupkan hati kita agar selalu menyebut ASMA-NYA.

Wallohu’alam bishawaab…..


(ini hanya cerita fiktif, semoga bisa mengidupkan semangat kita untuk bisa membangkitkan bathin dan Jiwa kita…. Amiin, Kisah ini disalin, disadur dan  di dapatkan dari Pembina AT-Tadzkir Pusat)

Form Sumbangan Artikel, Konsultasi, Kritik & Saran Anda


Nama
Email
Judul
Artikel/Uraian
Image Verification
captcha
Masukkan Kode di Sebelah Ini:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]