"PRAKATA REDAKSI"

Salam Alumnus,

Selamat Tahun Baru 2015

VIVA UNSOED





"BELAJAR DARI MIMPI" Oleh Kang Tani


Suasana lingkungan gelap gulita, tidak ada cahaya, mataku tak berguna karena tidak mampu menangkap wujud, Tanganku, dan telingaku yang membimbingku, dari suara gemericik air bercucuran aku sepertinya mengenal tempatku berada, dari kursi kayu yang aku tiduri aku makin yakin kini aku sedang di beranda belakang rumahku. Tapi kenapa gelap ? Walau malam hari, tempat di mana aku senang menghabiskan waktu tidak pernah menjadi gulita. Gambar harimau dan bunga anggrek biasanya masih bisa terlihat, tangga menuju laboratorium kultur jaringan tempat istriku sering berkutat menghabiskan waktu juga tak tampak. Kenapa ? Mengapa malam ini begitu kelam ? Aku tidak melihat wujud, aku kehilangan keindahan warna, apa aku buta ? Aku kehilangan cahaya, aku merasa gundah, ketakutan tiba-tiba menguasai jantungku, ia berdegup keras, memacu aliran darah lebih kencang, sekeliling masih saja gulita.
Lama dalam gelap, mataku makin nanar merindukan cahaya.  “ Ayo, cepatlah waktu berlalu, segeralah pagi, aku ingin segera melihat pijar matahari !!! “. Cukup keras suara teriakanku, entah pada siapa aku berteriak. Rasa kehilangan itu mengapa baru terasa belakangan, Hmmm.., aku mungkin juga sebagian orang lain sering mengabaikan hal-hal kecil yang sesungguhnya sesuatu yang sangat berguna dan tak ternilai harganya. Dalam kegelapan aku baru merasakan betapa berharganya mata, betapa pentingnya telinga, pikiran, mulut, tangan kaki dan lain sebagainya. Aku mengapa egois jarang mensyukuri dilahirkan dengan kesempurnaan.

Bagaimana seandainya kau lahir dengan kekurangan ? Tiba-tiba aku menangis dalam gulita, air mata tak terbendung deras mengucur di pipi. Entah mengapa makin lama makin menjadi rasa kesedihan itu, dan tubuhku tiba-tiba malah gemetar tak terkendali. Aku menggapai-nggapai apa saja yang bisa aku raih, sia-sia saja, peluh bercucuran, waktu terasa menjadi panjang, pe! nderitaan merasuk ke seluruh sendi.


Ketika gemetaran tubuh mencapai puncaknya, dan juga hasrat telah disematkan dalam jiwa yang pasrah penuh penyesalan dan pengharapan. Tiba-tiba aku mulai merasakan ada pijar yang menjadikan sedikit benderang di sekelilingku. Walau tubuh penat tak berdaya, aku tegakkan tubuhku. Dari mata nanar, sedikit demi sedikit sekelilingku mulai mewujud, ternyata keliru, aku bukan berada di beranda belakang rumahku. Aku merasa berada di sebuah lorong, di ujung lorong sekuat mata melihat terlihat berkas cahaya.



Jantungku kembali berdegup, mataku tak henti mencermati segenap arah mata angin lorong tempatku berada, cuma ada cahaya satu di depan. Atas kesadaran, hasrat hati terbebas dari gulita, lalu aku putuskan bergegas mengejarnya. Langkahku pasti, itu barangkali pijar matahari, matahariku yang selalu setia memberi panorama dan kehangatan, aku ingin menatap berawalnya hidup, barokah kesempurnaan, sebagai siluet subuh yang agung esok. Kakiku seperti melangkah ringan, menjejak sesekali di da! sar lorong yang makin terang. Subhanallah, akhirnya kutemukan binar cahaya matahari yang melembayung, siluet pepohonan, suara kokok ayam terdengar. Sejenak kemudian kulihat rerumputan, kulihat pepohonan, burung-burung berkicau, bunga-bunga aneka warna menyempurnakan pandanganku yang sebelumnya gulita. Aku sujud syukur, menangis bahagia.



Aku terbangun dari sujudku. Sejenak setelah sapaan istriku dan sentuhan di bahuku, aku menjadi sadar bahwa barusan aku terbuai mimpi. Pengalaman dalam gulita dan mengejar pijar matahari adalah mimpi. Tiduran di kursi malas di beranda belakang rumah sering menjadikan siapapun untuk terlelap tidur., karena tenang dan teduh suasananya. Mimpi kata orang adalah bunga tidur, bukan apa-apa. Tapi untuk mimpi yang satu ini, aku merasa bisa merupakan pesan atau pembelajaran hidup. Aku baru saja mendapat sapaan teman karib, anggap dia adalah guruku hari ini. Dia berkata: “ …bersahabatlah dengan kesalahan agar kita mengetahui hakekat kebenaran….”. Wuihhh…., aku terkesima, walau bukan hal baru tapi mampu menyentil kembali kesadaranku. Mimpi sekejap itu menyadarkan kesombongan kita yang sesungguhnya tidak perlu terjadi, apa kehebatan kita sih ? Merenungkan itu, aku jadi ingat kata Guru Spiritualku:

"Ketika kita lupa bersyukur, kita ingin hidup kaya ... padahal kalau direnungkan hidup ini adalah sebuah kekayaan yang tak ternilai "

" Ketika kita selalu takut memberi ... padahal kalau kita renungkan semua yang kita miliki adalah sebuah pemberian "

" Ketika kita ingin jadi yang terkuat .... padahal kalau kita renungkan musuh terkuat kita adalah diri kita sendiri "

" Ketika kita ingin jadi nomor satu ... padahal kalau kita renungkan kita dekat dengan ketiadaan "

" Ketika kita selalu takut rugi ... padahal kalau kita renungkan bahwa hidup kita juga merupakan sebuah keberuntungan, perolehan dari anugerahNYA"

Karena itu kita mesti selalu bersyukurlah dalam segala keadaan, baik suka maupun duka. Mari terus dan tetap berkarya, dengan semangat, berusahalah untuk berbagi Mulai jalani hidup dengan menjaga kesehatan, kejujuran, ketulusan serta keikhlasan. Hidupilah hidup agar hidup makin hidup. Bagiku …. Tersenyum itu penting, memanjakan diri itu perlu, lalu berhenti sebentar atas suguhan keindahan yang kita jumpai di mana dan kapanpun juga merupakan ungkapan rasa syukur, karena kesempatan seperti itu belum tentu akan kita jumpai lagi di lain waktu.

Form Sumbangan Artikel, Konsultasi, Kritik & Saran Anda


Nama
Email
Judul
Artikel/Uraian
Image Verification
captcha
Masukkan Kode di Sebelah Ini:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]