"PRAKATA REDAKSI"

Salam Alumnus,

Selamat Tahun Baru 2015

VIVA UNSOED





"Belum Datang Hidayah-Nya" By Agus Breng


Acapkali kita mendengar perkataan “BELUM MENDAPAT HIDAYAH” apabila seseorang mendapatkan anjuran dari orang tua, saudara maupun teman saat mengingatkan kita untuk melakukan suatu kebaikan, ataupun anjuran untuk melaksanakan perintah-NYA.

Hal demikian seolah-olah memberikan gambaran bahwa melakuan kebaikan atau sadar dalam berbuat kebaikan adalah karena bila seorang telah memperoleh peringatan secara “Ghaib” ataupun menjadi sadar karena adanya hal “Ghaib” yang memerintahkan manusia untuk melakukan kebaikan tersebut.

Coba kita ulas tema di atas dengan hal-hal di bawah ini :


“Sebenarnya saya tahu shalat dan puasa itu wajib,tapi bagaimana ya…memang saya belum diberi hidayah Nya.”
Atau anak muda yang sadar bahwa berduaan dengan orang yang bukan muhrimnya adalah dosa, “Ngerti sih pacaran ngga boleh, apalagi kemana-mana berdua,maka yang ketiganya setan.., tapi gimana, tidak mudah untuk melawan keinginan terus bersama, mungkin Allah belum memberi hidayah untuk saya.”

Atau orang yang susah taubat “Aku belum siap..aku nunggu dapat hidayah.”,

Atau orang kaya tetapi tidak mau menunaikan ibadah haji, ia mengatakan“Ya..mungkin panggilan Allah itu belum datang saat ini”

Sering bukan mendapati dalih seperti ini? Benarkah belum ada hidayah? Atau jangan-jangan ini karena lemahnya iman dan condongnya diri pada nafsu?

Sebenarnya ketika orang tersadar akan kesalahannya, ia telah mendapat hidayah-Nya atau telah mendapat petunjuk. Maka, setelah mendapat hidayah-Nya seharusnya ia tidak boleh menunda-nunda untuk bertaubat dan beramal sholeh yang lebih banyak. Betapa ruginya orang yang suka menunda-nunda beramal sholeh setelah mendapat hidayah dari Allah.

Allah SWT menyindir orang yang demikian seperti ini, ”Sungguh, sebenarnya telah datang keterangan-Ku kepadamu tapi kamu mendustakannya malah kamu menyombongkan diri, dan kamu termasuk orang yang kafir.”

Syekh Ibnu Atha’ dalam al Hikam menuturkan,” menunda amal perbuatan kebaikan karena menantikan kesempatan yang lebih baik adalah kebodohan yang mempengaruhi jiwa.”

Sedangkan kebodohan itu sendiri disebabkan karena beberapa hal:
1. Lebih mengutamakan kepentingan dunia.
2. Menganggap masih banyak kesempatan lain, padahal jika ajal tiba-tiba menjemput tidak akan ada lagi kesempatan.
3. Niat yang lemah sehingga hasrat kebaikan itu segera berubah ketika tidak dilaksanakan.
4. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut maka akan menghalangi turunnya hidayah Allah, sehingga seseorang tsb tidak terasa terus gemar melakukan dosa.

Abu Sulaiman ad-Darany ra berkata bahwa Allah telah mewahyukan kepada Nabi Daud as, sebagai berikut :

“Sesungguhnya Aku menjadikan hawa nafsu itu hanya untuk orang-orang yang lemah daripada hamba-Ku, karena itu awaslah jangan sampai hatimu tertawan oleh nafsu itu maka seringan-ringannya siksa untuknya adalah Aku cabut manisnya rasa cinta kepada-Ku dari dalam hatimu.”

Nah.. jikalau Allah telah berfirman begitu gamblang seperti di atas kita masih tidak memahami, betapa bodohnya manusia, betapa ruginya tidak dapat merasakan Allah dalam kesehariannya. Yach pantaslah kalau hidup terasa hampa.. kosong.. kering.. walaupun materi cukup, tetapi hatinya tidak bisa merasakan manisnya cinta pada Allah. Karena setiap datang petunjuk untuk melakukan kebaikan, dilewatkan begitu saja, lama-lama jadi kebal, malah Allah yang dijadikan dalih alasan belum memberi hidayah.

Astaghfirullah ……manusia.. manusia… tidak henti-hentinya melakukan kebodohan & menganiaya diri sendiri.

Disarikan dari pengajian rutin
Majlis Ta’lim At-Tadzkir, Kutabumi Tangerang

Form Sumbangan Artikel, Konsultasi, Kritik & Saran Anda


Nama
Email
Judul
Artikel/Uraian
Image Verification
captcha
Masukkan Kode di Sebelah Ini:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]