Era tahun “sembilan puluh-an” yang lalu, ada pelajaran sangat baik dan menarik yang dapat saya petik, hal mana pelajaran tersebut bila disikapi dengan postif dapat mempengaruhi pola dan sikap perilaku dalam bermasyarakat, terutama dilingkungan terdekat, keluarga, tetangga, teman maupun lingkungan kerja ataupun komunitas lainnya di dalam lingkungan social lainnya.
Masih terngiang sekali dalam ingatan saya waktu pertama kali menapakkan kaki di Ibukota untuk beradu nasib, peruntungan, serta segala kemampuan maupun keterbatasan yang dimiliki, bertekad dapat “hidup” di belantara kota serba ada ini, sebagaimana cita –cita awal kaum urban, dengan berbekal selembar foto copy ijasah alumnus, pas foto, tiga pasang pakain, serta beberapa catatan alamat teman plus satu tiket bus ekonomi saya memulai menggadaikan masa depanku.
Melewati subuh menjelang matahari terbit saya injakkan kaki ini di Pulogadung, beberapa mata garang, umpatan kotor, sikap licik, sapaan basa basi, maupun sikap kepura-puraan, kekumuhan, kesemerawutan mulai menyapaku di pagi itu. Selintas terbesit kekhawatiran, ada ketakutan, ada keraguan berkecamuk dalam pikiranku, inikah masadepanku???.
Hari-hari pertama kujalani masa depanku dengan harapan, dan tekad bisa diterima menjadi warga kota serba ada ini, berbekal apa adanya yang kumiliki sendiri tanpa semua fasilitas dari orangtuaku yang selama ini meninabobokan aku, semua telah kuserahkan kembali ke bapak dan ibuku, akan kumulai masadepanku dari “Zero Facility”. Aku mulai menjadi penulis dan pengarang, surat lamaran, surat permohonan kerja, surat magang, maupun surat pengin mendapatkan bayaran. Bahkan akupun berlatih pula menjadi atlet pejalan kaki dan atlet loncat tinggi dengan berjalan mengarungi jalanan ibukota, menaiki bus kota, kereta serta tumpangan lainnya untuk mencari dan menemukan berbagai alamat-alamat tempat kerja maupun tempat tinggal kerabat maupun teman.
Menjelang menipisnya perbekalan yang kubawa, Allahhuakabar sang ”Maha Kuasa” mengabulkan doaku, menunjukkan suatu jalan masa depanku yang pertama, aku diterima menjadi Legal Adviser pada salah satu group perusahaan automotif terkemuka di Negeri ini. Lingkungan ibukota pun dengan segala perwatakannya mulai mempengaruhi dan membentuk pribadi yang ”ambisius”dan ”konfrontatif” semata mata hanya untuk mempertahankan dan eksititas diri, dari komunitas satu kemunitas lainnya tak disadaripun mulai aku lalui yang menambah ke ”Ego”-an.
Predikat ”Kutu Loncat” mulai aku sandang dan malah menjadi kebanggaan, yang memang bukan hanya aku, yang lainnya yang mempunyai kemampuan dan kesempatan juga begitu!!, menuruti jiwa mudaku aku mulai pindah ke berbagai perusahan, kantor konsultan untuk mendapatkan posisi maupun ”pendapatan yang lebih”, semuanya menjadikan sifat ke ”Ego”-an makin menjadi,..........aku seorang urban, aku punya kemampuan.
Kali ke enam perusahaan dimana aku diterima bekerja, ”Sang Boss”.... dalam satu pertemuan awal sebelum kumemulai pekerjaan, kami berdiskusi tentang kondisi korporasi maupun permasalahan-permasalahan yang ada, dengan keyakinan diri semua dapat aku jelaskan dan paparkan dengan baik, hingga ahkirnya Sang Boss berkata..” saudara masih muda dan bersemangat, itu baik untuk mendasari langkah-langkah saudara untuk meniti dan menapaki karir, ini saya simpulkan setelah saya baca dari Curicullum Vitae saudara”, setelah berhenti sejenak Sang Boss melanjutkan perkataanya, ” namun saudara bila ingin bergabung dengan kami, harus mampu menerapkan dan berperilaku sebagai seorang RAJA”, aku saat itu bingung dan belum mengerti pernyataan dan perkataan Boss baruku ini, kuberanikan diri untuk bertanya ”.....maaf Pak, untuk hal ini saya benar-benar tidak memahami apa yang telah Bapak sampaikan”, ...sang Boss tersenyum dan menjawab ”saudara....., saya berpendapat bahwa RAJA adalah pemimpin dalam suatu pemerintahan, bisa diangkat, karena keturunan, maupun karena kudeta, dan dia di dalam kerajaannya punya otoritas, punya tanggung jawab, kewibawaan serta punya HARGA DIRI” .....masih belum kumngerti arah pembicaraan Sang Boss ini...”lebih mudahnya begini saudara ....., di perusahaan ini RAJA-nya adalah saya dan saudara rakyatnya yang harus tunduk dan menjalani perintah RAJA, dalam hal ini perusahaan, dan RAJA harus selalu menjaga martabat, harga diri maupun kewibawaannya”.....”ooh Jaim..begitu” dalam hatiku, ...Sang Boss melanjutkan ”Namun saudara perlu ketahui, saya tidak hanya menjadi RAJA di perusahaan ini, ..di lingkungan terkecil yaitu dikeluarga, saya juga RAJA rumah tangga, demikian pula saudara akan menjadi RAJA, walaupun hanya dalam rumah tangga”....aku mencoba menyimak, ..... ”Prinsipnya begini saudara, saya akan selalu menghargai saudara sebagai RAJA kepala rumah tangga saudara, namun saudara juga harus selalu menghormati saya sebagai RAJA di perusahaan ini maupun kapasitas saya sebagai RAJA rumah tangga saya, demikian pula dengan rekan kerja saudara yang lain adalah juga RAJA-RAJA yang senantiasa harus selalu saudara hormati!, ....sekarang anda sudah paham??”....... subhanallah astagfirullah.....”indahnya prinsip RAJA dari boosku ini”.
Mendapat pengalaman tersebut, prinsip RAJA mantan boss-ku tersebut, dalam beberapa perusahaan, tempat, bahkan sampai sekarang dimana aku bekerja selalu aku coba tanamkan dalam sikapku, keluargaku, staff, rekan kerja, sahabat bahkan ke atasan yang lebih tinggipun, menanamkan dan menyampaikan prinsip bahwa setiap insan didunia ini adalah seorang RAJA yang mempunyai ”Kedaulatan, Kewibawaan, serta Martabat” yang haruslah dihormati oleh sesama RAJA yang lainya. Berkedudukan sama saling hormat menghormati, bekerjasama sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya, saling bantu membantu, dan saling mendukung suatu kebaikan, tanpa meninggalkan tatakrama dan sopan santun yang sudah menjadi budi daya bangsa ini.
Ayo rekan alumnus ...... ayo menjadi RAJA!!!