"PRAKATA REDAKSI"

Salam Alumnus,

Selamat Tahun Baru 2015

VIVA UNSOED





"Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya" Oleh Dhita

Dua orang bhiksu merupakan teman dekat sepanjang hidup mereka. Setelah mereka meninggal, satu terlahir sebagai dewa di sebuah alam surga yang indah, sementara temannya terlahir sebagai seekor cacing di seonggok (maaf) tahi.

Sang dewa segera merasa kehilangan kawan lamanya dan bertanya-tanya dimanakah dia terlahir kembali. Dia tidak bisa menemukan di alam surga yang ditinggalinya, lalu diapun mencari-cari temannya di alam alam surga yang lain. Temannya tidak ada disana pula. Dengan kekuatan surgawinya, sang dewa mencari temannya di dunia manusia, namun tidak ketemu juga. Pastilah, pikirnya, temanku tidak akan terlahir di alam hewan, tetapi dia memeriksa alam hewan juga, siapa tau?


Lalu, berikutnya, sang dewa mencari di dunia serangga dan jasad renik, dan, kejutan besar baginya…., dia menemukan temannya terlahir sebagai seekor cacing di dalam onggok tahi yang menjijikkan!! Sang dewa merasa dia harus membebaskan kawan lamanya ini dari kelahiran yang mengenaskan tsb, entah karma apa yang membawanya kesitu.

Sang dewa muncul didepan onggokan tahi tsb dan memanggil, “Hei, cacing!!apakah kamu ingat aku??  kita dahulu sama-sama jadi biksu pada kehidupan sebelumnya dan kamu adalah teman terbaikku. Aku terlahir kembali di alam surga yang menyenangkan, sementara kamu terlahir di tahi sapi yang menjijikkan ini. Tetapi jangan khawatir, karena aku akan membawamu ke surga bersamaku. Ayolah kawan lama!”

“Tunggu dulu!!” kata si cacing, “apa sih hebatnya ‘alam surga’ yang kamu ceritakan itu? Aku sangat bahagia disini, bersama tahi yang harum, nikmat, dan lezat ini. Terimakasih banyak!!”
“Kamu tidak mengerti!!” kata sang dewa, lalu dia melukiskan betapa menyenangkan dan bahagianya berada di alam surga.
“Apakah disana ada tahi?” tanya si cacing to the point
“Tentu saja tidak ada!” dengus sang dewa.
“Kalau begitu, aku emoh pergi!!” jawab si cacing mantap. “Sudah yah!” dan si cacing pun membenamkan diri ke tengah onggokan tahi tsb.
Lalu sang dewa menutup hidungnya dan menjulurkan tangannya ke dalam tahi itu, mencari cari si cacing. Begitu ketemu dia menariknya.
“Hei!! Jangan ganggu aku!!” teriak si cacing. “Toloooooong!! Aku diculikk!!!” cacing yang licin itu menggeliat dan meronta sampai terlepas, lalu kembali menyelam ke onggokan tahi tsb.
Sang dewa yang baik hati kembali merogohkan tangannya ke dalam tahi, dapat, dan mencoba menariknya kembali keluar sekali lagi. Nyaris bisa keluar, tetapi karena si cacing berlumuran lendir dan terus menggeliat membebaskan diri, akhirnya terlepas lagi untuk kedua kalinya, dan bersembunyi makin dalam lagi di dalam tahi. Seratus delapan kali sang dewa mencoba mengeluarkan cacing malang itu dari onggokan tahinya, namun si cacing begitu melekat pada tahi kesayangannya, sehingga dia terus meloloskan diri.

Akhirnya sang dewa menyerah dan kembali ke surga, meninggalkan si cacing bodoh di dalam onggokan tahi kesayangannya.

Sebagian orang memang sepertinya tidak ingin terbebas dari suatu masalah. Banyak juga yang merasa bahwa ketegangan membuat mereka menjadi lebih ‘hidup’. Mau-maunya mereka melekat pada beban hidup mereka. Enjoy your life!! Hargai setiap keinginan dan pilihan orang lain walaupun dimata kita pilihan mereka salah . Dengan menghargai pilihan orang lain, hidupmu terasa lebih indah…


sumber : -AJAHN BRAHM-

Form Sumbangan Artikel, Konsultasi, Kritik & Saran Anda


Nama
Email
Judul
Artikel/Uraian
Image Verification
captcha
Masukkan Kode di Sebelah Ini:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]