Ketika sedang asyik memanjakan diri di belakang rumah, duduk dikursi ayun sambil mendengarkan gemericik air dan melihat gemulai gerak ikan –ikan koi peliharaanku. Seorang teman lama datang bergabung denganku, lalu ikut menikmati teh poci hangat bersama-sama sambil berbagi cerita satu sama lain, untuk melepas kerinduan. Maklum saja, sudah bertahun-tahun kami tidak saling jumpa, karena kami punya nasib dan kesibukan sendiri-sendiri. Sekali lagi, harus diakui facebook sangat sangat berarti karena bisa berperan mempertemukan satu orang dengan orang lain yang terpisahkan oleh waktu panjang dan tempat yang terpisah jauh. Kalau ada efek negatif facebook, teknologi memang selalu demikian, ia pedang bermata dua, tergantung tanggung jawab manusia yang menggunakannya.
Di usiaku yang hampir setengah abad upaya memanjakan diri adalah kebutuhan, karena tubuh dan pikiran sudah melewati umur produktif dan sudah mulai aus. Ibarat sebuah mobil adalah mobil tua yang sesekali harus dibawa ke bengkel untuk di’tune up’ agar akselerasi mesinnya kembali prima. Tubuh kita harus diberi kesempatan diam sesaat secara sadar untuk mengendapkan beban kejenuhan, diberi kemerdekaan dan kesenangan dalam suasana yang segar, rileks, dan penuh kegembiraan. Suasana rileks, segar dan kegembiraan adalah nutrisi dan vitamin penting untuk kita di zaman yang penuh himpitan permasalahan.
“ Dipikir-pikir memang manusia ini unik, “ kata teman lamaku. Bayangkan , ……kalau kita tanya orang-orang desa ‘apa yang kamu rindukan ?’ sudah pasti banyak yang jawabnya adalah suasana keramaian kota. Sebaliknya kalau kita tanyakan orang-orang kota, maka kebanyakan akan menjawab rindu suasana desa, suasana ketenangan, keluguan.Hal itulah yang menjadikan gerakan urbanisasi dan penguasaan asset orang desa oleh orang kota tidak terhindarkan, ” lanjut dia. Memang benar pendapat temanku, fenomena umum di masyarakat kita adalah: ketika sedang sendiri orang-orang butuh dan rindu kebersamaan, ketika di rantau kita rindu rumah dan kampung halaman, ketika kita mendapat barokah kemarau panjang orang-orang butuh dan merindukan hujan, tetapi ketika suasana dibalik maka kebutuhan dan kerinduan juga berbalik. “ Kerinduan juga bisa muncul karena absennya sesuatu hal yang biasanya muncul pada saat tetentu yang mampu memberi cita rasa yang beda, kebahagian khusus, tetapi sesuatu itu tanpa atau disadari karena alasan tertentu kemudian tidak muncul seperti yang diharapkannya. “ kataku.“ Ya, seperti aku punya teman, baru saja ia bercerita sedang kecewa, dia selama beberapa kurun waktu selalu mendapat tulisan atau puisi dari orang yang konon disayanginya, jujur dia mengaku karena itu dia mendapat sesuatu yang ia tidak dapatkan dari orang-orang tercinta di sekelilingnya, dia tersanjung karena menjadi sumber ide, dan ada yang mengakui pesonanya. Kemarin di saat dia bahagia, setelah sadar sekian lama komunikasinya buruk, ia baru merasa kehilangan surprise tulisan atau puisi untuknya, Jujur ia malu meminta…..” kata sang teman. Dan mendengar ceritanya aku mencoba berargumentasi, bahwa mungkin faktornya hanya lupa saja, atau komunikasi mereka sedang tidak dalam satu frekuensi, komunikasi sedang tidak dalam porsi berimbang sehingga tidak memberi makna yang ‘khusus’ pada aspek personal mereka berdua untuk memicu lahirnya tulisan atau puisi.
Mestinya mereka harus melakukan evaluasi diri masing-masing, tentu yang utama yang merasa ‘rindu’ untuk bisa menghadirkan apa yang mereka pikirkan, rasakan dan inginkan. Semakin kita bisa memahami, menghayati kejelasan posisi’masing-masing’ dalam hubungan mereka maka makin transparan seberapa jauh masing-masing bisa berharap untuk memberi dan menerima sesuatu satu sama lainnya.
Tentu ketika kita pasif, ya….jangan berharap banyak orang lain untuk aktif. Kalau kita menjauh, jangan berharap orang lain untuk mendekat. Tentu berkait dengan hal tersebut prinsip keseimbangan ‘take and give’ harus selalu diupayakan. Ego ‘ke-aku-an’ harus diseimbangkan untuk kebersamaan.Kalau kita lupa memenuhi prinsip ‘take and give’ untuk membangun komunikasi yang berkeseimbangan, lupa orang lain juga butuh sapaan, lupa bahwa pesona dunia tanpa batas yang tetap akan mampu memikat ide untuk tetap bergairah, maka lambat tapi pasti suasana disharmoni hubungan akan lahir dan makin ada.
Lalu ketika kita sadar dan merasa kehilangan sesuatu yang biasanya membahagiakan, menyenangkan, kita baru merasakan bahwa kerinduan itu menggelisahkan, kadang bahkan menyakitkan, memalukan dan sering harus kita bayar mahal.
Guru spiritualku dulu pernah bertutur bijak padaku dan selalu aku ingat karena juga aku catat di buku harianku. “ Apa yang kita lakukan untuk diri kita sendiri akan lenyap bersama kematian kita. Apa yang kita lakukan untuk orang lain dan dunia, akan menetap dan abadi. Jangan kecewakan orang yang mempunyai perhatian besar padamu, walau kadang menyakitkan caranya, terus berbagilah, jaga semangat komunikasi. Kebahagiaan, kedamaian, , kasih sayang, cinta acap kali nampak kecil dan sering dianggap tidak berarti saat berada dalam genggaman. Tapi coba lepaskan atau ketika tanpa sadar kemudian lepas, maka kita akan langsung tahu dan merasakan, betapa besar dan berharganya yang namanya kebahagiaan, kedamaian, kasih sayang dan cinta ketika kita merindukannya. Harus diakui kerinduan itu mahal.