Pendekatan melalui jalur yang dikenal dalam dunia jurnalistik akan lebih
baik bagi citra SBY dan PD ketimbang menyalahkan pers secara pukul rata
tanpa menunjuk media yang dimaksud
TATKALA menyampaikan pernyataan pers di kediamannya, Puri Cikeas (11/07/11), Ketua Dewan Pembina DPP Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melontarkan sinyalemen bahwa pers telah memecah-belah partainya, terkait dengan gencarnya pemberitaan mengenai kasus mantan bendahara umum partai M Nazaruddin. Yudhoyono merasa gusar dengan pers yang menyoroti konflik partai dengan mendasarkan pada SMS dan BlackBerry Messenger (BBM) seraya melontarkan spekulasi adanya intrik politik di balik pemberitaan media untuk mendiskreditkan partainya. Gusar karena media menggunakan pesan pendek yang menurutnya tidak valid, sebagai materi headline. Dia yang pula presiden mewanti-wanti publik jangan mau dipecah-belah. Tulisan ini akan mengkaji pernyataan SBY dalam perspektif hukum pers dan filsafat hukum ketatanegaraan.
TATKALA menyampaikan pernyataan pers di kediamannya, Puri Cikeas (11/07/11), Ketua Dewan Pembina DPP Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melontarkan sinyalemen bahwa pers telah memecah-belah partainya, terkait dengan gencarnya pemberitaan mengenai kasus mantan bendahara umum partai M Nazaruddin. Yudhoyono merasa gusar dengan pers yang menyoroti konflik partai dengan mendasarkan pada SMS dan BlackBerry Messenger (BBM) seraya melontarkan spekulasi adanya intrik politik di balik pemberitaan media untuk mendiskreditkan partainya. Gusar karena media menggunakan pesan pendek yang menurutnya tidak valid, sebagai materi headline. Dia yang pula presiden mewanti-wanti publik jangan mau dipecah-belah. Tulisan ini akan mengkaji pernyataan SBY dalam perspektif hukum pers dan filsafat hukum ketatanegaraan.
Menerima, mengolah, dan menyampaikan informasi adalah kegiatan pers
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 Butir (1) UU Nomor 40 Tahun 1999
tentang Pers. Dalam kerangka pikir tentang hakikat pemilik kuasa
tertinggi, rakyat memiliki hak dan kebebasan dasar, termasuk hak dan
kebebasan atas informasi, berbicara, berpendapat, dan berekspresi;
serangkaian hak dan kebebasan dasar manusia yang diakui dalam Deklarasi
HAM PBB 1948 dan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik 1966.
Berbagai hak yang diakui secara universal itu menjiwai dan menjadi
muatan konstitusi tertulis UUD 1945, serta UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang HAM dan UU Pers. Serangkaian kebebasan itu dijamin dan
dilindungi negara, mewajibkan negara, menurut hukum internasional, untuk
melakukan langkah-langkah efektif memastikan pemenuhannya. Kemerdekaan
pers adalah manifestasi prinsip kedaulatan rakyat yang inheren dengan
penghormatan hak dan kebebasan asasi manusia.
Informasi pers menjadi pencerah, memberi informasi seluas-luasnya dalam
rangka melaksanakan fungsi kontrol sosial dengan satu legitimasi luhur:
kepentingan umum. Sudah barang tentu, dalam menjalankan perannya yang
dijamin oleh Pasal 6 Butir (d) UU Pers, media tidak dapat menjalankan
fungsi sebebas-bebas dan semaunya. Kemerdekaan pers selain dijamin
sebagai HAM, juga dibatasi oleh hukum dan kode perilaku jurnalistik.
Alihkan Perhatian
Dalam konteks keberatan SBY terkait validitas pesan singkat dari
berbagai moda komunikasi yang diklaim berasal dari Nazaruddin,
sebenarnyalah keraguan itu bukannya sesuatu yang tidak wajar. Hanya,
kritik atas digunakannya pesan pendek sebagai sumber informasi seraya
menambahkan bahwa hal itu sebagai upaya mendiskreditkan partainya
memberi kesan kuat akan ketidakpahamannya tentang hukum pers. Mestilah
dipahami, pada dasarnya segala macam sumber informasi (terlebih pada era
digital seperti sekarang) dapat digunakan selama ia kredibel dan
diyakini validitas dan akurasinya oleh jurnalis.
Kalaupun yang diberitakan media sesuai dengan keterangan sumber berita
itu disangkal kebenarannya maka harus pula diingat bahwa kebenaran
jurnalistik bukanlah kebenaran hukum melainkan kebenaran narasumber.
Adalah bagian dari kewajiban etik jurnalis untuk merahasiakan sumber
berita, termasuk sumber SMS dan BBM jika itu memang dipandang perlu
untuk melindungi narasumber atau atas permintaan sumber berita itu.
Seandainya SBY atau PD merasa dirugikan oleh pemberitaan yang bersumber
dari berbagai SMS dan BBM, dia dan partainya memiliki hak menggunakan
hak jawab sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (2) UU Pers yang secara
detail dituangkan dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 9 tentang Pedoman Hak
Jawab.
Hak jawab bersama hak koreksi adalah jantung hukum pers yang
mengharuskan pers melayani seseorang atau sekelompok orang yang merasa
dirugikan oleh suatu pemberitaan. Jika meyakini ada pelanggaran atas
kode etik jurnalistik, dia dapat mengadukan penanggung jawab media
kepada Dewan Pers.
Tulisan ini meyakini bahwa pendekatan melalui jalur yang dikenal dalam
dunia jurnalistik akan lebih baik bagi citra SBY dan PD ketimbang
menyalahkan pers secara pukul rata tanpa menunjuk media yang dimaksud.
Selain merefleksikan ketidakpahamannya akan hukum media, menyalahkan
pers terkait kasus Nazaruddin, yang juga anggota DPR, justru memberi
kesan kuat upaya partai itu untuk mengalihkan perhatian atas kasus besar
yang amat sangat mengikis kepercayaan publik. (10)
— Manunggal K Wardaya SH LLM, dosen Fakultas Hukum Unsoed Purwokerto